Suatu ketika Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah benar-benar ridha pada seorang hamba yang apabila dia makan lalu memuji Allah swt atas nikmat makanan tersebut dan apabila dia minum lalu memuji Allah swt atas nikmat minuman tersebut.” Sabda Nabi saw ini direkam oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, melalui riwayat sahabat Anas bin Malik.
Melalui hadis ini, Nabi saw mengajarkan kepada umatnya bahwa sekecil apapun nikmat yang didapatkan oleh seseorang, maka ia perlu disyukuri. Meskipun nikmat itu terkesan remeh seperti sesuap makanan, atau seteguk minuman. Melalui ucapan syukur dari hal-hal yang tampak sederhana ini, ternyata Allah swt menjanjikan ridhanya kepada siapa saja yang mau mensyukurinya.
Lalu bagaimana cara mengucap hamdalah setelah makan dan minum? Beberapa ulama menjelaskan bahwa, ukuran minimalnya adalah setiap setelah menunaikan hajat makan dan minum, mungkin dalam ukuran satu piring (satu porsi), hendaknya ia mengucap hamdalah, seminimalnya dengan ucapan alhamdulillah. Begitupula dengan minum, seminimalnya dengan ukuran satu gelas. Namun, lebih sempurnanya adalah mengucapkan hamdalah setiap ada sesuatu yang masuk ke dalam mulut. Sehingga jika diilustrasikan, setiap suap makanan atau setiap tegukan minuman hendaknya dimulai dengan basmalah dan ditutup dengan hamdalah. Inilah tradisi yang diajarkan oleh para ulama.
Pelajaran ini tidak lain dan tidak bukan bertujuan agar setiap mukmin menyadari bahwa ada begitu banyak nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt kepada hambanya. Dalam al-Qur’an disebutkan, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (QS. An-Nahl: 18). Selain itu, setiap nikmat yang disyukuri oleh seorang hamba juga dijanjikan akan mendapatkan tambahan nikmat itu. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).
Adapun tentang cara bersyukur, disebutkan dalam al-Fawaid al-Mukhtarah bahwasanya bersyukur itu dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama; Bersyukur dengan hati, yaitu mengetahui dan mengakui bahwa seluruh nikmat (yang didapatkan) merupakan karunia dari Allah swt semata. Disebutkan dalam al-Qur’an, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS. An-Nahl: 53). Kedua; Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan memperbanyak pujian kepada Allah swt (memperbanyak ucapan hamdalah) sekaligus menceritakan kenikmatan yang didapatkan kepada orang lain (bukan untuk tujuan sombong). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw, “Tidaklah seorang hamba diberi kenikmatan oleh Allah swt, kemudian dia mengucapkan alhamdulillah kecuali dia telah menunaikan rasa syukurnya.” Ketiga; Bersyukur dengan anggota badan, yakni berusaha mengerahkan seluruh anggota badannya untuk melakukan ketaatan kepada Allah swt serta menggunakannya untuk segala yang diridhai oleh Allah swt. Disebutkan dalam al-Qur’an, “Beramallah hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah swt).” (QS. Saba’: 13). Syaikh Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa ini merupakan perintah Allah swt kepada keluarga Nabi Dawud as untuk melakukan ketaatan kepada Allah swt sebagai ungkapan syukur atas nikmat Allah swt yang telah diterimanya.
Dalam mengekspresikan rasa syukur, fokus perhatiannya bukan melulu pada besar kecilnya nikmat, tetapi lebih pada pengakuan bahwa setiap nikmat berasal dari Allah swt. Setiap dari kita diajarkan untuk menanamkan syukur dalam hati, mengungkapkannya melalui lisan, dan menampakkannya melalui perbuatan. Melalui praktek syukur yang konsisten, bahkan dalam hal-hal sederhana seperti makan dan minum, ekspresi syukur dapat dikembangkan menjadi lebih komprehensif dalam setiap aspek kehidupan. Ini adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan meraih ridha-Nya, yang merupakan tujuan tertinggi dalam kehidupan seorang hamba. Semoga kita semua dapat menjadi hamba yang gampangan bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan-Nya. Amin. Wallahu a’lam.
Tabik,
Ibnu Mas’ud

Tinggalkan komentar