Waktu menunjukkan pukul 22.57. Saya merasa lelah sekali malam ini. Siang kehujanan, sore badminton, malam tiba-tiba harus mengerjakan banyak pekerjaan. Kepala terasa berat, mata sudah mulai mendrip-mendrip, dan tentu saja badan saya sedang pegal-pegalnya.
Sedangkan saya belum menulis apapun hari ini. Sebenarnya ini bukan masalah bagi saya. Saya masih bisa menulis esok hari. Tapi, jiwa kecil saya berontak seakan berkata, “kamu harus nulis dulu, sekali menunda, kamu nanti pasti terlena!”
Memang benar, saya adalah seorang penunda yang sangat ahli. Saya bisa menunda apapun yang sifatnya tidak mendesak sampai entah kapan. Kadang terealisasi, kadang ya tidak.
Saya mengakui bahwa sifat suka menunda ini adalah sifat yang kurang baik. Meskipun begitu, kadang saya merasa beruntung sempat menunda sesuatu. Dalam pekerjaan misalnya, jeda waktu menunda itu kadang bisa membuat saya berpikir lebih matang. Tapi, jika menundanya terlalu lama, biasanya akan lupa dan semua pikiran itu akan menghilang dengan sia-sia.
Masalahnya, saya lumayan ketagihan menunda. Misalnya ketika sedang ngopi, saya berencana untuk pulang setelah satu jam. Namun, keseringan jadwal itu molor. “Ntar dulu lah sebentar,” kata itu yang sering muncul di benak saya. Sehingga membuat rencana ngopi satu jam menjadi dua jam, tiga jam, sampai lima jam.
Saya membayangkan itu akan terjadi ketika saya mulai menunda untuk tidak menulis dan mempublikasikan tulisan di blog ini. Besok akan begini lagi dan lagi. Sampai kemudian saya akhirnya menulis lagi, dan menundanya lagi.
Setelah 18 menit berlalu, ternyata saya bisa menulis juga. Secara spontan, saya justru bercerita tentang kebiasaan menunda yang sudah sering saya lakukan. Meskipun tulisan ini hanya genep-genep agar saya tidak bolong menulis, mungkin besok-besok bisa saya kembangkan lagi idenya.
Sudahlah, maklumi saja betapa berantakannya tulisan ini. Saya mau mandi, lalu tidur. Besok pagi mruput saya sudah harus berangkat ngajar.

Tinggalkan komentar