Hari ini saya menuntaskan sebuah rutinitas tahunan sebagai warga negara yang baik, melaporkan SPT. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka pelaporan saya kali ini tergolong gasik. Normalnya, saya lapor SPT mepet-mepet deadline, 31 Maret. Bahkan, saya off-side tiga hari pada tahun lalu untuk melaporkannya. Untungnya saya telah mengunduh formulir pelaporannya sejak bulan Pebruari. Mungkin saja jika telah melewati batas waktu pelaporan, formulir itu tidak bisa diunduh lagi secara online.
Kebiasaan menunda saya memang tergolong kronis, apalagi jika berhubungan dengan hal-hal administratif seperti ini. Padahal, pencatatan pembukuan sudah selesai pada bulan Desember. Simpelnya, aktivitas pelaporan ini hanya perlu dikerjakan “dengan segera.” Sayangnya, selalu ada saja faktor yang mendorong saya untuk menunda pekerjaan itu.
Kesulitan saya dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan secara kontan, membuat saya sering mengatur strategi untuk membagi pekerjaan itu menjadi bagian-bagian kecil. Dalam kasus pelaporan SPT ini, saya bisa membaginya menjadi beberapa step. Pertama, saya perlu menyiapkan dokumen omset selama satu tahun dengan tanda tangan yang akan digunakan sebagai lampiran pada formulir laporan. Kedua, mengunduh formulir pelaporan SPT. Ketiga, mengisi formulir tersebut dan mensubmitnya.
Tiga langkah itu, jika dikerjakan semuanya, maka sudah menuntaskan pekerjaan utamanya: melaporkan SPT. Berhubung saya ada perlu untuk mendapatkan dokumen tax residency, yang menjadikannya sebagai langkah tambahan, atau yang keempat. Setelah itu, saya bisa mengabaikan pikiran tentang pelaporan SPT ini hingga tahun depan.
Bagian-bagian kecil pekerjaan seperti yang saya contohkan diatas, lebih mudah saya kerjakan dengan tuntas. Tapi entah mengapa, sebelum hari ini saya tidak pernah bisa menyelesaikan semuanya dalam satu waktu. Kadang saya menuntaskan langkah pertama dalam satu hari, kemudian akan menyambungnya dengan langkah kedua sebulan kemudian. Begitu, dan selalu begitu.
Akhirnya, saya memutuskan untuk menyudahi kebiasaan itu hari ini. Seluruh step pelaporan SPT yang saya sebutkan diatas tuntas dalam sehari. Nyatanya, pekerjaan ini tidak merepotkan sama sekali. Hanya butuh beberapa menit untuk menyiapkan segala persyaratannya. Namun, urusan mengunduh formulir pelaporan SPT itu mungkin bisa bikin jengkel. Website yang lemot, sering blank, dan sering log out sendiri secara tiba-tiba memang sangat merepotkan. Untungnya saya tidak terlalu mengalami hal itu hari ini, meskipun sempat terjadi.
Nyatanya, menyelesaikan sebuah pekerjaan (penting) seperti ini dengan segera memang membuat saya lega. Biasanya, pikiran tentang SPT ini selalu hadir selama tiga bulan. Keputusan untuk menunaikan seluruh stepnya di hari yang sama praktis membuat saya tidak perlu kepikiran tentang hal ini selama satu tahun kedepan.
Sebenarnya saya cukup sadar bahwa tidak menunda-nunda pekerjaan itu baik bagi saya. Namun, saya juga sering berpikir tentang hal-hal baru yang bisa diperoleh ketika sedang menunda. Contohnya, saya jadi tahu bahwa mengisi formulir SPT melebihi tenggat waktunya ternyata masih bisa dan diterima. Hal-hal serupa juga sering terjadi dalam praktik menunda pekerjaan lainnya. Jeda waktu ketika melakukan suatu pekerjaan, sering kali membuat saya berpikir lebih dalam dan jernih tentang berbagai sisi pekerjaan itu.
“Ah, itu hanya pembenaran saja,” pikir saya secara spontan. Memang benar, paragraf diatas memang sangat terdengar demikian. Sementara ini, saya mulai bisa memahami pekerjaan seperti apa yang boleh, atau bahkan baik untuk ditunda. Pada sisi yang berbeda, saya juga mulai bisa menilai jenis-jenis pekerjaan seperti apa yang sebaiknya segera diselesaikan dan tidak perlu menundanya. Melaporkan SPT sepertinya akan masuk kategori kedua, tapi pekerjaan utama saya sebagai desainer yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kreatif, mungkin sedikit bisa ditunda. Hehehe.

Tinggalkan komentar