Secangkir Makna

Jika kau bukan anak raja, bukan juga anak ulama besar, maka menulislah.


Menggambar Lagi? Mungkinkah?

Beberapa menit yang lalu, saya menemukan salah satu file PDF portfolio yang pernah saya buat pada tahun 2014. File itu berjudul, Jejak Rekam: Sebuah CV dan Portfolio dari Ibnu Mas’ud. Ketika membaca judul itu, saya merasa cringe. Entahlah, apa yang saya pikirkan kala itu. Saya bahkan tidak benar-benar ingat pernah membuat file ini.

Sejauh ini, tulisan dalam buku-buku catatan saya adalah dokumentasi terbaik mengenai hal-hal penting yang terjadi di hidup saya. Karena hanya menggunakan tulisan, saya hanya mendokumentasikan momen-momen yang bisa dipikirkan dan dirasakan. Lagipula, meletakkan file PDF dalam buku catatan juga tidak mungkin kan?

Pada awal-awal menulis “jurnal,” saya sering memberikan gambar-gambar sederhana di sela-sela halaman yang kosong. Kebanyakan gambar-gambar itu dibuat dengan drawing pen, tanpa sketsa. Selebihnya, hanya ada warna merah yang berasal dari spidol, atau pulpen tulis merah yang masih terus saya gunakan sampai hari ini. Hal ini tidak berlangsung lama, saya kemudian secara perlahan meninggalkan kegiatan menggambar di buku itu.

Sebagian gambar yang ada di file portfolio saya sepuluh tahun lalu, mirip dengan gambar-gambar sederhana yang sering saya buat di buku catatan. Tapi, ketika melihat file PDF berisi 20 halaman itu, saya merasa “opo siiihhh.” Seakan ingin menertawakan dan menggojlok diri saya di masa lalu. Tapi saya segera paham, seandainya file ini tidak pernah dibuat, belum tentu saya versi hari ini ada.

Sepuluh tahun lalu, saya hanyalah seorang fresh-grad. Bahkan bukan fresh-grad dari kampus, tapi baru saja lulus dari SMK dan sedang berencana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Jika menilik karya-karya yang ditampilkan di dalamnya, saya hampir yakin bahwa file ini dibuat sebelum saya resmi bekerja full-time sebagai desainer di agensi buku tahunan.

Portfolio ini mengingatkan bahwa saya dulu punya hobi menggambar yang luar biasa. Karya-karyanya sih cupu. Hanya saja, banyak jumlahnya. Dalam menggambar, saya juga termasuk seorang pemalas. Sangat jarang saya menghasilkan karya yang detail. Mungkin hal inilah yang mendorong saya untuk lebih mendalami desain antarmuka, satu atau dua tahun berikutnya.

Jujur saja, saya rindu menggambar. Kerinduan ini bahkan sempat saya utarakan pada istri saya ketika kami sedang membangun rumah. “Besok kalo rumah sudah jadi, kita nggambar atau ngelukis ya,” kata saya. Tapi, setelah lima tahun berlalu, belum ada karya saya yang terpampang di rumah ini. Justru karya teman-teman saya yang sudah nampil terlebih dahulu di rumah kami.

Sialnya, istri saya sekarang sudah mulai menggambar dengan cat air. Saya? Belum tergerak sama sekali. Entah apa yang saya tunggu, inspirasi? Kegelisahan? Atau apa? Saya tidak tahu dengan jelas. Saya kadang berharap seandainya saya bisa mendapatkan ulang file-file gambar saya di masa lalu, saya akan mencetak dan memajangnya di rumah. Tapi apa daya, file-file itu kini sudah raib. Hanya tersisa dalam bentuk PDF yang sepertinya tidak akan bagus jika dicetak.

Entahlah, semoga kelak saya bisa menikmati menggambar seperti dulu lagi.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Subscribe Newsletter

Latest Posts