Saya tidak ingat persis dari mana kata-kata ini berasal. Kok bisa-bisanya, satu kalimat ini tertancap secara sempurna di dalam pikiran saya. Semakin mencoba mengingatnya, semakin saya tidak tahu asalnya. Mungkin dari media sosial? Atau buku? Entahlah.
Sayangnya, saya tidak menemukan kalimat ini dalam catatan-catatan saya lainnya. Murni hanya dalam ingatan saja. Artinya, kata-kata ini ndak saya anggap penting-penting banget. Tapi, apakah sekarang kalimat ini menjadi penting hanya karena terdokumentasikan? Entahlah juga.
Inilah contoh keresahan itu sendiri. Resah setara dengan gelisah, tidak tenang, gugup, atau rusuh hati. Setidaknya, itulah yang disebutkan KBBI. Maka, memang betul bahwa dua paragraf awal diatas adalah salah satu contoh keresahan yang sering saya alami.
Lalu, apakah keresahan semacam ini menjadikan adanya peluang bertumbuh bagi kita? Bisa jadi iya. Keresahan semacam ini, sering memaksa saya untuk membuka catatan-catatan lama, terkadang buku, atau aplikasi-aplikasi yang saya gunakan untuk mendokumentasikan “kata-kata hari ini” lainnya.
Dalam pencarian itu, tidak jarang saya menemukan insight lama yang kemudian saya perbarui. Maksud saya, pemahaman kita terhadap sesuatu yang sama, bisa jadi berbeda karena adanya perbedaan waktu dan kondisi. Bukankah kita semua pernah mengalaminya? Jujur saja, saya sering.
Untungnya, teks adalah sesuatu yang pasif. Pikiran kitalah yang mengaktifkannya dan menjadikannya seolah-olah hidup. Saya tidak tahu pasti secara science, bagaimana sebenarnya proses memahami itu terjadi. Apakah proses itu bersifat subyektif atau obyektif, saya juga tidak mengerti.
Salah satu buku yang pernah saya baca, Seni Memahami karya F. Budi Hardiman sebenarnya menjelaskan hal-hal ini secara sederhana. Sayangnya, saya sudah banyak lupa atas konten-konten buku itu. Ingatan saya hanya menyebutkan bahwa buku itu adalah buku tentang hermeneutika yang saya pelajari saat kuliah.
Memahami teks dan bukan teks tentu saja berbeda. Teks, biasanya terjebak di satu masa dan kondisi tertentu. Keberadaan kita sebagai manusia sebenarnya sama, namun kita sering meng-update versi terbaru dari diri kita. Dalam memahami teks kita terhalang berbagai misteri yang meliputi tertulisnya sebuah kalimat, atau dinukilnya sebuah statemen. Semuanya mengarah pada masa lalu, meskipun terkadang teks tersebut ditujukan untuk masa depan. Sedangkan untuk mehamami manusia, kita dihadapkan pada dua misteri yang bersamaan, masa lalu, dan masa depan.
Lalu, apakah ini yang disebut dengan berkembang? Satu keresahan menimbulkan keresahan lainnya, dan seterusnya? Entahlah. Jelasnya, proses memahami akan kita lakukan secara terus-menerus sampai ajal menjemput. Pemahaman kita hari ini terhadap satu hal, sepertinya masih jauh dari kata final.
Maka dari itu, memperbanyak inputan untuk diri kita mungkin lebih berpeluang menjadikan kita berkembang, setidaknya untuk sekedar “memahami.” Membaca, menulis, dan mencoba banyak hal baru bisa jadi opsi untuk memperkaya inputan itu. Simpelnya, experiencing life lah. Dengan begitu, sepertinya kita lebih bisa bijaksana dalam memahami.
Entahlah…
Kobessah Concat, 18:42 ✨

Tinggalkan komentar