Secangkir Makna

Jika kau bukan anak raja, bukan juga anak ulama besar, maka menulislah.


Men-Challenge Kemalasan Menulis

Ada hari-hari dimana saya merasa sangat malas menulis. Ketika momen seperti itu terjadi, saya biasanya hanya akan menuruti kemalasan itu. Memangnya kenapa? Toh tidak ada resikonya.

Bagi saya, menulis atau mencatat hanyalah upaya untuk mendokumentasikan momen atau pikiran yang sedang menyertai momen itu. Ndak mesti harus momen-momen khusus, banyak kejadian sehari-hari yang terdokumentasikan di buku catatan saya. Kadang catatan itu hanya berupa fragmen-fragmen kejadian yang saya alami, hingga resume kegiatan harian.

Biasanya, saya mencatat rutinitas harian saya dalam sebuah buku catatan. Saya tidak tahu pasti apa nama atau jenis catatan yang sering saya buat itu. Entah itu diary, jurnal, atau apalah lainnya.

Karena malas menulis dengan detail, saya mencoba ngakali bagaimana caranya agar bisa mencatat seringkas mungkin. Strukturnya begini, bagian kiri baris teratas akan diisi tanggal, bulan, tahun, dan jam saya menulis catatan itu. Sedangkan pada sisi kanannya saya berikan gambar bintang dengan skor satu sampai lima. Skor tersebut menunjukkan suasana hati saya seharian itu. Kemudian, di bawahnya ada tiga bagian inti catatan ini: (1) Aktivitas harian; (2) Pekerjaan; (3) Bacaan.

Kenapa harus ada skor suasana hati? Tujuannya agar kelak, ketika saya membaca ulang catatan ini, saya bisa lebih memahami keadaan “mental” saya ketika menuliskannya. Dengan begitu, saya bisa lebih berempati pada diri saya di masa lampau. Tak jarang, kalimat atau kata yang saya pilih sangat bergantung pada suasana hati saat itu. Harapannya, saya bisa lebih menetralisir kesalahan memahami kata-kata yang saya tuliskan sendiri.

Lalu, bagaimana mencatat tiga komponen inti dalam buku catatan ini? Sesimpel membuat bullet points, kemudian tulis apa saja yang terjadi. Tidak perlu bertele-tele, kecuali jika ingin mengungkapkan satu pikiran tertentu yang memang perlu diperjelas. Saya terbiasa juga memasukkan makan apa, dimana, dengan siapa, untuk mencatat interaksi saya dengan orang lain, yang mungkin sangat mempengaruhi bagaimana cara saya berbicara dan berpikir di kemudian hari.

Khusus untuk bacaan, ini tidak wajib. Jika kadang saya malas menulis, saya juga terkadang malas membaca. Walaupun sepertinya saya selalu punya bahan bacaan, raketang satu atau dua artikel di Medium atau kolom-kolom berita lainnya. Dari bacaan-bacaan itu, biasanya saya menarik beberapa key insights dan quote-quote yang sekiranya keren.

Tiga komponen ini sangat penting karena menangkap beberapa sisi kehidupan sekaligus. Saya sebagai manusia berkeluarga, saya sebagai pekerja, dan saya sebagai pembelajar. Dengan membuat catatan-catatan itu, setidaknya saya berusaha mempersiapkan LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) atas hidup ini. Meskipun sepertinya remeh, praktik ini sepertinya memberikan dampak yang sangat baik bagi saya.

Sementara begini saja dulu, wong sebenarnya ini ditulis untuk men-challenge kemalasan menulis yang sedang saya alami malam ini. Ternyata malas menulis justru bisa memaksa saya untuk menulis.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Subscribe Newsletter

Latest Posts