Secangkir Makna

Jika kau bukan anak raja, bukan juga anak ulama besar, maka menulislah.


100 Postingan

Kemarin sore, saya mendapatkan notifikasi dari WordPress bahwa saya telah mem-posting 100 postingan. Congratulations! Begitu ucapnya.

Sepertinya, saya tidak akan merayakannya dengan heboh. Saya hanya ingin melihat kembali usaha saya untuk belajar menulis secara rutin dan mempublikasikannya. Belakangan ini —tepatnya tiga hari yang lalu— saya juga mulai mempublikasikan tulisan saya di Medium, setelah 10 tahun lebih hanya menjadi silent reader.

Saya mulai menulis di blog ini pada pertengahan 2019. Sampai akhir 2019, saya berhasil memposting 13 kali. Empat tahun berikutnya —2020 sampai 2023— saya justru klemar-klemer. Hanya memproduksi 21 postingan. Sepertinya, banyak sekali kesibukan saya pada periode waktu itu, meskipun saya juga tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang membuat saya sangat jarang menulis di blog ini.

2024 menjadi semacam titik balik baru bagi saya. Saya mulai mencoba menulis lebih giat. Saat itu, saya juga sedang bereksperimen dengan AI. Sehingga, ada semacam “syafaat” untuk menerbitkan tulisan. Dua puluh postingan berhasil saya terbitkan. Jumlah terbanyak dalam rentang satu tahun.

Tahun ini, 2025, saya lebih giat menulis lagi. Sampai hari ini (22 Agustus 2025), saya telah menerbitkan 52 tulisan sejak awal tahun. Jumlah ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Saya mengendurkan kriteria tentang apa yang harus saya tulis sejak awal tahun. Tidak harus berceramah, tidak harus kajian kitab. Saya mulai bercerita tentang kehidupan, momen-momen tertentu yang sedang terjadi, bahkan berbagi kegelisahan. Ternyata, saya merasa lebih nyaman seperti ini.

Diluar blog ini, saya sudah membuat beberapa tulisan yang tampaknya lebih mirip buku. Pertama, Badzrah al-Khulūd, sebuah kumpulan keresahan atas pertanyaan “bagaimana jika suatu saat nanti saya menjadi orang tua?” Ditulis dengan bahasa Arab, sejauh ini sekitar 80-an halaman dalam ukuran A5.

Kedua, Tafsīr al-Qiṣār al-Mufaṣṣal. Sebuah tafsir al-Qur’an mulai QS. Al-Duhā sampai QS. Al-Nās. Awalnya, ini adalah catatan saya merangkum dan mengkaji tafsir Tahrir wa Tanwir karangan ‘Allamah Ibn ‘Āsyūr dalam bahasa Arab. Lalu, saya berpikir untuk menerjemahkan dan menarasikan poin-poin yang saya catat itu dalam bahasa Indonesia. Proses penerjemahan “kasar” sudah selesai. Hampir 400 halaman A5. Namun masih perlu diedit agar lebih mudah dibaca dan dipahami, baru selesai dua surat saja.

Ketiga, entah bagaimana, tiba-tiba saya menulis sebuah cerita fiksi tentang Arya, seorang pemuda yang merantau ke Jakarta untuk bekerja. Terkena PHK, orang tuanya sakit, dan sawah keluarganya akan “digusur” untuk pembangunan pabrik dengan dalih “kemajuan daerah.” Saya memang suka membaca cerita fiksi, namun tidak membayangkan akan menulis cerita fiksi. Tapi ternyata, saya bisa. Meskipun masih sangat jauh dari fiksi-fiksi yang pernah saya baca.

Bagaimanapun, saya merasa bahwa tahun ini adalah tahun dimana saya merasa sedang “niat-niatnya” menulis. Seperti yang pernah saya singgung di tulisan saya terdahulu, saya merasa tulisan adalah sesuatu yang bisa diwariskan, sama seperti bacaan. Semakin bertambah usia, rasanya semakin urgent untuk lebih banyak meninggalkan “warisan” untuk generasi berikutnya. Setidaknya, agar mereka tahu siapa saya.

Oleh karena itu, saya merasa perlu untuk bisa menulis lebih baik lagi. Salah satu caranya adalah dengan terus menulis.

Maka, saya merayakan 100 postingan di WordPress ini dengan menulis. Semoga ini akan menjadi batu loncatan agar saya bisa lebih giat menulis dan menerbitkannya.

Tanggapan atas “100 Postingan”

  1. nurfanisika Avatar

    Semangatt

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Subscribe Newsletter

Latest Posts