Hari ini saya benar-benar libur. Setelah sekita sebulan lebih, saya merasakan kembali hari libur yang full dedicated to myself. Meskipun masih sempat melakukan aktivitas-aktivitas hobi, tapi hampir semuanya diambil dari waktu sisa. Sabtu dan Minggu tak lagi syahdu, pun Jum’at hanya terasa lewat. Pekerjaan dan pendidikan benar-benar menyedot hampir seluruh energi dan waktu saya belakangan ini.
Bangun siang, menonton tim basket favorit tanpa beban pikiran, keluar rumah bersama istri, bertemu teman, mampir ke toko buku, dan ngopi di beberapa tempat berbeda adalah daftar kegiatan saya yang terlaksana hari ini. Saat sering menjalani hari-hari seperti ini, saya berpikir bahwa ini akan membosankan. Nyatanya, hal yang telah lama tidak dilakukan akhirnya juga akan dirindukan. Meskipun banyak hal terjadi hari ini, saya hanya ingin bercerita tentang tiga buku yang baru saja saya beli.
Sejak pertengahan tahun lalu, saya dan istri telah merencanakan untuk berkunjung ke salah satu toko buku “ter-viral” di Sleman. Namun setelah sekian bulan berlalu, kunjungan itu belum terlaksana juga. Akhirnya, menjelang maghrib sore ini, kami berhasil merealisasikan rencana tersebut. Ini menandai kunjungan pertama saya ke toko buku di tahun 2025.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki saya di toko tersebut, saya sungguh dibuat terkesima. Saya seperti melihat sebuah perpustakaan pribadi seseorang yang terawat dengan baik. Vibes-nya benar-benar luar biasa. Kedua mata saya sepertinya tidak bisa berhenti mengagumi kumpulan karya manusia-manusia jenius yang terpajang di satu sisi dari ruangan ini. Kombinasi rak kayu, berbagai warna sampul buku beserta dengan keunikan desain sampulnya tampak sangat serasi dan ciamik di mata saya. Entahlah, mungkin ini seperti perpustakaan yang pernah saya bayangkan akan ada di rumah kecil saya (I wish).
Setelah saya pikir-pikir, display buku-buku tersebut sepertinya memang telah menyihir saya. Buktinya saya hanya sesekali melirik ke tempat kasir yang juga menjual kopi ala kafe. Biasanya, saya termasuk orang yang titen dengan peralatan-peralatan kopi di kafe-kafe yang saya kunjungi. Terkadang saya memperhatikan mesinnya espresso-nya, mesin penggiling kopi otomatisnya, hingga beberapa manual brewing tools atau biji-biji kopi pilihan yang umumnya terdisplay di atas meja. Jangankan detail tools-nya, saya betul-betul tidak bisa mengingat dengan jelas bagaimana layout meja kasir itu.
Oh ya, di toko tersebut juga ada satu ruangan lagi di lantai dua, dengan vibes yang sinkron namun berbeda total secara tampilan visual. Ketika saya bertanya pada penjaga toko itu, ia mengatakan bahwa ruangan di lantai atas, selain untuk display, utamanya digunakan sebagai ruang baca. Ruangan itu ternyata ramai juga, ada yang membaca buku di sofa, kursi, dan karpet. Saya melihat sebagian orang membaca buku dengan “agak serius” disana. Mungkin tempat ini bisa dipertimbangkan untuk menjadi jujukan ketika sedang malas membaca. Lumayan, vibes membaca beramai-ramainya mungkin saja bisa nular.
Setelah melihat dengan detail buku-buku yang ada di rak-rak tinggi itu, saya akhirnya memutuskan untuk membawa pulang (membeli) tiga buku. Istri saya, di sudut yang berbeda ternyata juga memutuskan untuk membeli satu buku novel. Totalnya menjadi empat buku untuk dibawa pulang.
Buku pertama yang saya beli di tahun ini adalah Nalar Keislaman dan Keilmuan. Sebuah karya dari salah seorang dosen kami di UIN Sunan Kalijaga, Dr. Fahruddin Faiz yang dikenal dengan rutinan Ngaji Filsafat di Masjid Jenderal Sudirman yang tidak jauh dari kampus. Jujur saja, buku ini adalah koleksi pertama saya yang ditulis oleh beliau.
Berikutnya adalah K.H. Bisri Mustofa: Singa Podium Pejuang Kemerdekaan yang ditulis oleh Amirul Ulum. Saya telah memantau buku ini di beberapa online marketplace sebelumnya. Karena sedang ada penelitian tentang Tafsir Al-Ibriz karya K.H. Bisri Mustofa, saya merasa perlu untuk membeli buku ini sebagai tambahan referensi. Lagipula pemberi pengantar buku ini adalah Gus Mus (K.H. Mustofa Bisri), yang notabene adalah putra kandung dari K.H. Bisri Mustofa.
Terakhir, saya juga membeli buku berjudul Self Theories karya Carol Susan Dweck, seorang profesor Psikologi dari Amerika Serikat. Buku ini adalah versi terjemah Bahasa Indonesia dari buku aslinya yang berbahasa Inggris. Saya akrab dengan nama penulisnya karena beberapa kali disebut oleh Daniel H. Pink dalam buku Drive yang saya tuntaskan tahun lalu. Nah, kejadian seperti inilah yang membuat saya sering membeli buku. Meskipun buku-buku kategori self-improvement seperti ini tidak berhubungan langsung dengan studi saya, biasanya sangat bisa membantu di bidang pekerjaan saya sebagai desainer.
Pertanyaan selanjutnya, kapan buku-buku ini akan dibaca? Entahlah. Mungkin buku kedua akan segera saya tuntaskan, karena ada kebutuhan langsung dengannya. Namun dua buku lainnya belum bisa dipastikan. Bisa jadi besok, lusa, bulan depan, atau tahun depan. Mengalir saja, yang penting ketika butuh, buku-buku itu sudah ada. Hehehe…

Tinggalkan Balasan ke lazione budy Batalkan balasan