Secangkir Makna

Jika kau bukan anak raja, bukan juga anak ulama besar, maka menulislah.


  • Belajar Hidup Biasa-Biasa Saja

    Selamat datang di zaman yang serba luar biasa. Zaman dimana orang-orang biasa akan tersingkir —atau disingkirkan— dengan sendirinya. Kita pun perlahan rela menjadi budak zaman ini. Sehingga apapun yang kita perbuat, rasanya harus spektakuler, istimewa, dan kalau bisa ya…viral. Semakin kita mengikuti arus ini, semakin cepat pula kita tenggelam. Kita…

    Baca lebih lanjut: Belajar Hidup Biasa-Biasa Saja
  • Ilusi Pencapaian

    Kita mudah terkecoh dengan sesuatu yang tampak seperti pencapaian. Gelar, jabatan, pamor, pengikut, harta, dan yang sejenisnya. Semua itu mudah sekali membuat kita percaya bahwa kita sedang “berhasil.” Padahal, belum tentu demikian. Jangan-jangan, kita hanya sedang melihat fatamorgana di tengah padang pasir saja. Rasulullah Saw pernah bersabda: تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ،…

    Baca lebih lanjut: Ilusi Pencapaian
  • Orang Pelit Tidak Akan Masuk Surga

    Dalam Ihya’ karya Imam al-Ghazali, disebutkan sebuah riwayat yang berbunyi: لا يدخل الجنة شحيح ولا بخيل “Tidak akan masuk surga orang yang kikir dan bakhil.“ Ungkapan ini pendek, tapi isinya “ngeri.” Kalau dipikir-pikir, bukankah pelit itu hanya enggan memberi saja? Tentu jauh jika dibandingkan dengan dosa-dosa besar seperti membunuh, berzina,…

    Baca lebih lanjut: Orang Pelit Tidak Akan Masuk Surga
  • Mengapa Orang Beriman Masih Terus Berdosa?

    Inilah salah satu pertanyaan yang sering muncul di benak kita. Kalau memang seseorang sudah beriman, mengapa ia tetap mengulang dosa? Bukankah iman seharusnya menjadi bentengnya terhadap dosa-dosa itu? Imam al-Ghazālī dalam Iḥyā’ menjelaskan bahwa perkara ini bukan karena hilangnya iman, tetapi karena lemahnya iman. Iman tetap ada, tetapi tidak cukup…

    Baca lebih lanjut: Mengapa Orang Beriman Masih Terus Berdosa?
  • Dua Kenikmatan yang Sering Menipu

    Beberapa hari lalu, saya membagikan sebuah quote dari Ibn al-Jauzī di media sosial. Saya menyadurnya ketika membaca kitab Fath al-Bārī. Beliau berkata, قد يكون الإنسان صحيحا ولا يكون متفرغا لشغله بالمعاش، وقد يكون مستغنيا ولا يكون صحيحا، فإذا اجتمعا فغلب عليه الكسل عن الطاعة فهو المغبون “Terkadang, seseorang dalam keadaan…

    Baca lebih lanjut: Dua Kenikmatan yang Sering Menipu
  • Kita Harus Fanatik Pada Ilmu, Bukan yang Lain

    “Iki elmu iki cung!“ Itulah salah satu ungkapan Gus Baha’ yang sering kami dengar sejak ngaji bersama beliau sebelas tahun lalu. Kadang kita memang terlalu mudah terjebak pada label. Entah itu NU, Muhammadiyah, Persis, Salafi, Al-Azhar, UIM, UIN, dan seterusnya. Nama-nama itu memang besar, bersejarah, dan berjasa melahirkan banyak ulama.…

    Baca lebih lanjut: Kita Harus Fanatik Pada Ilmu, Bukan yang Lain
  • Burdah

    Kata-kata punya umurnya sendiri. Ada yang lekas basi, ada yang singgah sebentar, dan ada pula yang mampu melintasi zaman. Banyak faktor yang menyebabkan untaian kata-kata bisa berumur panjang. Bisa jadi karena sosok yang mengucapkannya, bisa jadi pula karena pengaruh kata-kata itu sendiri. Syair Burdah karya al-Bushiri, dalam konteks ini, adalah…

    Baca lebih lanjut: Burdah
  • Berbeda Tidak Harus Mencela

    Pertanyaan tentang hukum merayakan Maulid Nabi selalu muncul setiap tahun. Setiap tahun itu pula, bukan hanya dalil yang diperdebatkan. Tidak jarang, kata-kata kasar juga ikut terlontar. Seakan-akan diskusi tentang hukum berubah menjadi arena saling mencaci. Padahal, jika ditarik ke ajaran Nabi sendiri, apa yang ditunjukkan oleh sebagian umatnya ini patut…

    Baca lebih lanjut: Berbeda Tidak Harus Mencela
  • Bahagia Menyambut Nabi Muhammad Saw

    Rasa bahagia itu sulit disembunyikan. Entah bagaimana, kebahagiaan selalu bisa menemukan caranya untuk menampakkan dirinya. Terkadang ia bisa tergambar di wajah, kadang pula ia bisa muncul begitu saja dalam bentuk tindakan. Itulah yang terjadi pada seorang budak wanita di masa Nabi Saw. Suatu ketika, si budak ini menghampiri Nabi ketika…

    Baca lebih lanjut: Bahagia Menyambut Nabi Muhammad Saw
  • Tiga Penyakit dari Istana

    Sakitnya sebuah negara bermula dari penyakit yang menyebar di istana. Penyakit ini mematikan, dan benar-benar bisa membunuh negara itu sendiri. Ibn Khaldun, berabad-abad lalu, sudah mengurai gejalanya. Ia menyebut tiga penyakit yang diidap oleh penguasa, sehingga membuat sebuah negeri menua lalu runtuh, yaitu: Ego-sentris Negara biasanya lahir dari semangat kebersamaan.…

    Baca lebih lanjut: Tiga Penyakit dari Istana