Secangkir Makna

Jika kau bukan anak raja, bukan juga anak ulama besar, maka menulislah.


Keluarga Sakinah

Ketika mendengar istilah keluarga sakinah, banyak dari kita mungkin membayangkannya sebagai keluarga yang harmonis, tenang, dan tanpa konflik. Tidak pernah terlihat dalam keluarga itu pertengkaran, semuanya berjalan mulus, adem ayem, keluarga idaman lah pokoke.

Sayang seribu sayang, jika yang kita bayangkan seperti itu, maka keluarga sakinah itu tidak ada. Betul, tidak ada. Barangkali selama ini kita memang salah memahami makna keluarga sakinah itu. Menurut Syaikh Ibn ‘Asyūr, sakinah adalah ketenangan atau ketenteraman jiwa. Dan ini didapatkan karena ada kecondongan atau ketergantungan terhadap sesuatu.

Kondisi sakinah ini digambarkan dalam QS. al-Rūm [30]: 21 dengan kalimat litaskunū ilaihā (agar kalian cenderung kepadanya). Imam al-Rāzī menyebutkan bahwa penggunaan ilā disini lil ghāyah (untuk menuju “tujuan”). Seolah ini adalah isyarat bahwa dalam hubungan pernikahan, sakinah adalah sebuah proses (ilā), bukan hasil yang datang tiba-tiba.

Sehingga, untuk sampai pada tujuan keluarga sakinah itu diperlukan usaha, jatuh bangun, masa senang, masa sulit. Semua ini akan hadir dalam perjalanan menuju tujuan itu.

Menempuh perjalanan panjang tentu saja tidak mudah. Oleh karena itu Allah memberikan bekal kepada setiap pasangan yang ingin sampai pada tujuannya: mawaddah dan rahmah. Umumnya, mawaddah dimaknai sebagai cinta, sedangkan rahmah adalah sebuah sifat yang mendorong untuk memperlakukan dengan baik. Inilah makna yang diungkapkan oleh Syaikh Ibn ‘Asyūr.

Namun, terdapat sebuah keterangan menarik dari Imam al-Rāzī. Beliau menyebut sebuah pendapat yang menerangkan bahwa mawaddah (cinta) bersifat untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, sementara rahmah (kasih sayang) bersifat untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Mawaddah memang tampak lebih egois, karena seolah-olah ia tumbuh karena sebab tertentu. Entah itu karena fisik, status, atau faktor-faktor lain dari pasangannya. Ini wajar dan manusiawi, siapa dari kita yang tidak begini? Namun Allah tidak hanya memberikan bekal mawaddah. Allah juga memberikan rahmah dalam bentuk kasih sayang yang tetap bertahan, bahkan ketika sebab-sebab itu tidak lagi ada.

Cinta karena wajah cantik, misalnya, tidak bisa bertahan selamanya. Kecantikan akan pudar, tubuh akan menua, kondisi bisa berubah. Pada titik itulah rahmah akan mengambil alih. Kasih yang membuat seseorang tetap bertahan, tetap setia, meski pasangannya tidak lagi sama seperti dulu.

Banyak pasangan juga baru menyadari “jati diri” pasangannya setelah bertahun-tahun hidup bersama. Ada sifat-sifat yang baru terlihat, entah itu sifat baik maupun buruk. Ada kebiasaan-kebiasaan pasangan yang kadang tidak sesuai harapan. Tetapi justru di situlah proses menuju keluarga sakinah. Apakah kita masih bisa merawat kedua bekal perjalanan itu?

Tidak ada keluarga yang benar-benar sempurna. Kita semua perlu terus belajar, berproses, dan mengusahakan keluarga sakinah. Dan wajarnya dalam sebuah perjalanan panjang, ada naik-turun, jeda, dan cekcok. Namun, kita perlu mengalami ini dengan terus melakukan perbaikan. Agar akhirnya kita bisa sampai pada tujuan untuk menjadi keluarga sakinah. Amin

Tabik,
Ibnu

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Subscribe Newsletter

Latest Posts