Terdapat sebuah riwayat menarik dari Sayyidnā Ibn Mas’ūd, sebagaimana terekam dalam Mausū‘ah Ibn Abī al-Dunyā, tentang dosa. Beliau menyebutkan bahwa dosa itu ada empat jenis. Dua di antaranya diampuni, sedangkan dua lainnya tidak. Catatan ini penting, karena kita sering kali memandang dosa hanya sebagai kesalahan yang harus dihindari, tanpa memahami bagaimana sebenarnya Allah Swt memperlakukan kesalahan-kesalahan kita itu.
Mari kita bahas satu per satu, mulai dari dosa yang diampuni.
Jenis pertama adalah dosa yang dilakukan tanpa sengaja. Ini adalah kesalahan yang terjadi karena lupa, keliru, atau karena situasi yang memaksa. Allah tidak akan menghukum kita atas hal ini.
Dasarnya jelas. Dalam al-Qur’an, Allah berfirman,
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ
Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. (QS. Al-Ahzāb [33]: 5)
Ayat ini cukup melegakan. Bagaimanapun, kita ini manusia, wajar kalau keliru. Perhitungan utamanya adalah niat hati. Kalau memang tidak sengaja, Allah tidak akan menghukum.
Jenis kedua adalah dosa yang memang disengaja, tapi kemudian disesali. Pelakunya menyesal, lalu bertobat dengan sungguh-sungguh. Untuk kategori ini, Allah tidak hanya mengampuni—Ia bahkan memberikan ganjaran besar.
Lagi-lagi, al-Qur’an sudah menjelaskannya,
وَٱلَّذِینَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَـٰحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوۤا۟ أَنفُسَهُمۡ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسۡتَغۡفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمۡ وَمَن یَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمۡ یُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمۡ یَعۡلَمُونَ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ جَزَاۤؤُهُم مَّغۡفِرَةࣱ مِّن رَّبِّهِمۡ وَجَنَّـٰتࣱ تَجۡرِی مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِینَ فِیهَاۚ وَنِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَـٰمِلِینَ
Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya). Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. (Itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang mengerjakan (amal-amal saleh). (QS. Āli ‘Imrān [3]: 135-136)
Ada beberapa hal penting di sini. Pertama, tobat harus disertai penyesalan yang tulus. Kedua, tidak boleh terus-terusan mengulangi dosanya dengan sadar. Ketiga, ingat Allah dan memohon ampunan-Nya. Kalau tiga hal ini terpenuhi, bukan hanya diampuni, tapi justru mendapat pahala besar. Ini menunjukkan betapa murahnya Allah dalam memberi ampunan.
Sekarang kita masuk ke kategori yang tidak diampuni. Pertama, adalah dosa yang dilakukan dengan sadar, lalu pelakunya tidak mau bertobat. Ia terus-menerus melakukannya, tanpa penyesalan.
Ibn Mas’ūd mengatakan: “Allah tidak akan menerima tobat seorang hamba sampai ia bertobat, dan Allah tidak akan mengampuni orang yang berdosa sampai ia memohon ampun.”
Ini logis. Bagaimana Allah mau mengampuni kalau orangnya sendiri tidak minta diampuni? Bagaimana Allah mau menerima tobat kalau orangnya tidak bertobat? Pintu ampunan sudah terbuka lebar, tapi kalau kita yang tidak mau masuk, ya percuma.
Mungkin banyak dari kita yang hidup dalam situasi ini tanpa sadar. Kita tahu apa yang kita lakukan itu salah, tapi tetap saja dikerjakan. Kita pun tidak memiliki niat untuk berhenti, bahkan tidak berrencana untuk berubah. Akhirnya, perbuatan dosa berubah menjadi kebiasaan, dan kebiasaan membuat hati kita menjadi keras.
Berikutnya, kategori keempat, adalah dosa yang dilakukan oleh seseorang yang menganggap perbuatannya itu baik, atau bahkan tidak menyadari bahwa ia sedang berdosa. Ibn Mas’ūd mengingatkan: “inilah (jenis dosa) yang dengannya kebanyakan orang dari umat ini binasa.” Sehingga, inilah kategori dosa yang paling berbahaya.
Kenapa berbahaya? Karena orang yang seperti ini tidak merasa perlu untuk bertobat. Ia merasa sudah benar, merasa tidak ada yang salah dengan apa yang ia lakukan. Bahkan mungkin ia merasa sedang berbuat baik, padahal ia sedang melakukan kesalahan besar.
Contohnya mungkin ada di sekitar kita. Misalnya, seseorang yang melanggar hak-hak orang lain dalam jual beli, namun ia menganggapnya sebagai sebuah kejeniusan dalam berbisnis. Mungkin ada yang merasa sedang membela kebenaran, namun yang disebarkannya justru kesesatan dan fitnah semata. Intinya, pelakunya sedang merasa melakukan sesuatu yang baik, padahal itu buruk, sangat buruk. Menormalisasi dosa, tak lain juga masuk dalam kategori ini.
Ketika seseorang sudah sampai di titik ini, tobat menjadi hampir mustahil. Bukan karena Allah menutup pintu ampunan, tapi karena ia sendiri tidak merasa perlu bertobat. Ia tidak lagi mencari ampunan, karena ia sedang tidak merasa bersalah.
Lalu, apa yang harus kita lakukan agar terhindar dari dua kategori dosa yang tidak diampuni ini?
Pertama, kita perlu selalu mawas diri. Jangan sampai kita merasa paling benar dan tidak pernah salah. Perasaan seperti ini justru berbahaya, karena bisa membuat kita masuk ke kategori dosa terakhir tadi.
Kedua, belajar ilmu agama dengan benar. Banyak orang yang salah karena tidak tahu. Mereka melakukan sesuatu dengan niat baik, tapi ternyata caranya keliru. Ilmu yang sahih, setidaknya akan melindungi kita dari kesalahan semacam ini.
Ketiga, cepat-cepatlah bertobat ketika sadar berbuat salah. Jangan tunda-tunda. Pintu tobat masih terbuka selama nyawa masih di badan dan matahari belum terbit dari barat. Tapi kita tidak tahu kapan ajal datang. Jadi, bertobatlah sekarang.
Keempat, jangan pernah menganggap remeh dosa kecil. Dosa kecil yang terus-menerus dilakukan bisa menjadi besar. Dan yang lebih berbahaya, dosa kecil yang terus-menerus bisa membuat hati menjadi keras, sampai akhirnya kita tidak lagi merasa bersalah ketika melakukannya.
Semoga kita termasuk orang-orang yang cepat bertobat ketika berbuat salah, dan terhindar dari dosa yang kita anggap baik padahal sebenarnya buruk. Allah adalah sang Maha Penerima Taubat hambanya, segeralah kembali kepada-Nya.
Tabik,
Ibnu

Tinggalkan komentar