Persahabatan ala Sufi

Imam al-Ghazali merumuskan bahwa setidaknya ada 4 hal yang membuat kenapa seseorang suka bersama dengan orang lain. Pertama, karena adanya kesamaan dalam diri orang itu yang sesuai dengan seleranya, entah itu hal-hal baik ataupun buruk. Kedua, orang lain itu bisa menjadi perantara untuk urusan duniawinya. Ketiga, orang itu bisa menjadi perantara tercapainya urusan non-dunia, seperti ilmu agama. Keempat, ia mencintainya karena Allah, bukan karena kepentingan apapun yang ada dalam dirinya.

Semua faktor yang menjadikan adanya ikatan “pertemanan” antara satu orang dengan orang lain bisa menjadi perantara al-hubb fillah (persahabatan yang didasari keikhlasan kepada Allah), kecuali alasan kedua. Hubb fillah inilah yang menjadi inti dari persahabatan cara sufi, yaitu persahabatan yang tidak didorong oleh faktor kepentingan apapun, hanya karena Allah dan dalam urusan yang Allah ridha.

Photo by Aman

Bersahabat dengan cara sufi ini tidak repot dan ruwet, tanpa perlu atribut dan beban-beban moral yang biasa terjadi dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan persahabatan ini mengalir begitu saja, alami dan apa adanya. Persahabatan model ini tidak pernah terikat dengan makhluk dan hawa nafsu, karena ikatan dan pedoman satu-satunya adalah Allah SWT.

Imam Junayd al-Baghdadi, tokoh sufi yang ajarannya paling masyhur di dunia berkata, “Jika ada dua orang bersahabat dalam urusan Allah, lalu salah satunya merasa risih atau merasa segan kepada yang lain, maka ada yang bermasalah pada salah satunya”. Sayyidina Jakfar Shadiq mejelaskan pula bahwa teman yang paling berkesan di hatinya adalah yang tidak mendatangkan beban apa-apa. Saat bersama dengan dia tak ubahnya saat sendiri mengalir apa adanya, tak ada yang disembunyikan, tak ada yang dibuat-buat, tidak malu, tidak risih, tidak perlu bermanis muka, basa-basi dan lain sebagainya.

Syaikh Abdussalam bin Masyisy suatu ketika berpesan kepada muridnya, Imam asy-Syadzili,

“Janganlah kamu berteman dengan orang yang terbiasa mendahulukan dirinya daripada kamu, yang seperti itu adalah kekikiran. Jangan juga kamu berteman dengan orang yang terbiasa mendahulukan kamu daripada dirinya, biasanya yang seperti itu hanya teman sesaat. Bertemanlah dengan orang yang jika dilihat, membuatmu ingat pada Allah SWT.”

Jika dipahami, Syaikh Abdussalam berpesan pada muridnya, Imam Syadzili untuk menunjukkan bahwa inti dari persahabatan dengan orang lain itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu perangkatnya yaitu adalah kejujuran, tidak diruwetkan dengan upaya-upaya penyesuaian, tidak ada beban dan keterpaksaan diantara keduanya selama proses persahabatan berlangsung. Dengan demikian, persahabatan model ini berjalan murni, tidak dibangun dengan riya’, berat hati, ketidak jujuran, yang tujuannya hanya untuk menyesuaikan diri dengan selera atau status temannya.

Hal-hal seperti disebutkan diatas kemudian juga diperkuat oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’. Beliau menyatakan bahwa salah satu cara bersahabat ala sufi adalah tidak terbebani oleh temannya, atau membebani temannya. Cara bersahabat seperti ini sudah pada maqam ‘arifin. Beberapa sufi juga menyatakan, “Jika kamu menemani ahli dunia, maka pakailah etika sosial (adab). Jika kamu menemani ahli akhirat, maka pakailah ilmu. Jika kamu menemani ‘arifin, maka lakukanlah sesuka hatimu.

Jika term persahabatan membutuhkan approval dari orang lain untuk melakukan hal yang sama, setidaknya kulo njenengan bisa mencoba menerapkan cara bersahabat ala sufi ini untuk berteman dengan orang lain. Jangan-jangan sudah diterapkan? Ya mungkin saja, wong kita memang suka loss dan gass.

Wallahu a’lam

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.