Secangkir Makna

Jika kau bukan anak raja, bukan juga anak ulama besar, maka menulislah.


  • Quranis yang Melemahkan Al-Qur’an

    Ada kelompok yang menyebut diri mereka “Qur’anis” atau Quraniyyūn. Mereka mengklaim bahwa memahami agama ini cukup dengan Al-Qur’an saja, tanpa perlu hadis Nabi. Argumen utama mereka terdengar meyakinkan: bukankah Allah sudah berfirman bahwa Al-Qur’an adalah tibyānan likulli syai’ (penjelasan untuk segala sesuatu)? Kalau sudah lengkap, kenapa perlu hadis? Masalahnya, argumen…

    Baca lebih lanjut: Quranis yang Melemahkan Al-Qur’an
  • Kaya dari Dalam

    Ada cerita menarik dari Gus Mus yang saya tonton di Youtube. Beliau bercerita tentang dua kawan yang berbeda. Kawan pertama, seorang petani sederhana yang makan di galengan sawah. Menunya simpel: nasi, sambal, gereh (ikan asin), dan air dari kendi. Selesai makan, Alhamdulillahnya keras sekali sampai satu kampung kedengaran. Terlihat betul…

    Baca lebih lanjut: Kaya dari Dalam
  • Mandiri adalah Karakter Orang Saleh

    Sayyidah Aisyah Ra pernah ditanya oleh al-Aswad bin Yazid, “Apa yang dilakukan Rasulullah Saw di tengah keluarganya?” Lalu, Sayyidah Aisyah menjawab, “Beliau senantiasa membantu pekerjaan rumah istrinya. Apabila tiba waktu salat, beliau bangkit untuk melaksanakan salat.” Dalam riwayat lain, disebutkan juga bahwa Nabi Saw terbiasa menjahit pakaiannya sendiri, menambal sandalnya,…

    Baca lebih lanjut: Mandiri adalah Karakter Orang Saleh
  • Manusia yang Paling Baik Akhlaknya

    Anas bin Malik adalah sahabat yang betul-betul mengenal seluk-beluk kehidupan Nabi Saw. Di antara sekian banyak sahabat, beliau termasuk yang paling banyak meriwayatkan hadis. Imam al-Suyuthi bahkan menempatkannya sejajar dengan Abu Hurairah, Ibn ‘Umar, Ibn ‘Abbas, Abu Sa‘id al-Khudri, Jabir, dan Siti Aisyah. Mereka adalah para sahabat yang juga menjadi…

    Baca lebih lanjut: Manusia yang Paling Baik Akhlaknya
  • Kelembutan

    Pada suatu ketika, sekelompok orang Yahudi datang menemui Rasulullah Saw. Mereka mengucapkan salam, tapi dengan niat menghina. Alih-alih berkata “as-salāmu ‘alaikum” — “semoga keselamatan atasmu” — mereka memelintirnya menjadi “as-sām ‘alaikum”, yang berarti “semoga engkau mati.” Kata itu terdengar hampir sama, tapi maknanya jauh berbeda. Ucapan itu dilontarkan bukan sebagai…

    Baca lebih lanjut: Kelembutan
  • Terima Kasih

    Belakangan ini, saya cukup longgar. Ada banyak waktu yang tersedia untuk membaca, belajar, dan berdiskusi. Tak ketinggalan, saya pun juga jadi lebih rajin menulis. Hampir setiap hari, dalam 50 hari terakhir —ini adalah hari ke-51— saya selalu menulis, setidaknya satu tulisan di blog ini. Saya baru menyadarinya beberapa hari lalu…

    Baca lebih lanjut: Terima Kasih
  • Hidayah Allah

    Menjadi umat Nabi Muḥammad Saw adalah bentuk karunia yang tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. Tapi kita sering lupa, bahwa kita menjadi bagian dari umat beliau itu bukanlah soal kepintaran. Bukan pula karena orang tua kita saleh, pun tidak juga karena guru atau kiai kita alim. Kita bisa menapaki jalan…

    Baca lebih lanjut: Hidayah Allah
  • Irādah Allah Tidak Sama dengan Riḍā-Nya

    Banyak orang keliru dalam membedakan antara irādah (kehendak) Allah dengan riḍā (keridaan)-Nya, juga dengan maḥabbah (cinta) dan masyi’ah (keinginan). Sekilas memang tampak serupa, tapi sebenarnya ini adalah hal-hal berbeda. Padahal, kesalahan memahami perbedaan itu bukan perkara kecil, karena dari sinilah banyak kekeliruan teologis berawal. Nah, segala sesuatu yang terjadi di…

    Baca lebih lanjut: Irādah Allah Tidak Sama dengan Riḍā-Nya
  • Tidak Seberat Itu

    Kita sering membayangkan sebuah pekerjaan begitu sulit, bahkan sebelum memulainya. Rasanya sudah berat, padahal baru sebatas bayangan di kepala. Entah mengapa, pikiran kita punya kebiasaan memperbesar (dan memperburuk) sesuatu yang belum tentu terjadi. Akhirnya, kita capek duluan, padahal tubuh bahkan belum bergerak. Al-Mutanabbī, seorang sastrawan Arab kondang tempo dulu, pernah…

    Baca lebih lanjut: Tidak Seberat Itu
  • Apakah Salah Jika Kita “Salam Templek” Kepada Kiai?

    Seorang kiai sedang bersalam-salaman dengan masyarakat, entah sebelum atau sesudah pengajian. Tangan sang kiai itu dicium. Wajar, wong namanya orang berilmu, pantas dihormati. Ketika adegan salaman itu selesai, terlihat ada amplop yang berpindah tangan. Ya, dari masyarakat kepada sang kiai. Nah, itulah yang dinamakan “salam templek.” Salam itu artinya salaman,…

    Baca lebih lanjut: Apakah Salah Jika Kita “Salam Templek” Kepada Kiai?